Beranda | Artikel
Cara Meraih Keikhlasan
Kamis, 14 Juli 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Cara Meraih Keikhlasan merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mendidik Anak Tanpa Amarah. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 12 Dzulhijjah 1443 H / 12 Juli 2022 M.

Cara Meraih Keikhlasan

Niat yang ikhlas akan memudahkan pekerjaan-pekerjaan ataupun amal-amal yang berat. Dengan ikhlas kita dapat melakukan tugas dan kewajiban dengan baik. Disamping itu ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal.

Maka di sini kita akan membahas tentang bagaimana kita bisa meraih keikhlasan hingga kita menjadi orang yang mukhlish.

1. Memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ikhlas adalah amal hati, maka dari itu kita perlu memohon pertolongan kepada pemilik hati (yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membolak-balikkan hati) agar meluruskan dan meneguhkan hati kita di atas keikhlasan.

Maka salah satu doa yang diajarkan Nabi adalah:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Ya Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku diatas agamaMu (termasuk diatas keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).” (HR. Tirmidzi)

Kita perlu minta hal ini kepada Allah. Hati kita berbolak-balik. Maka kita memohon kepada yang membolak-balikkan hati agar meneguhkan hati kita diatas keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Mengetahui buah dari keikhlasan dan bahaya niat yang melenceng

Menit ke-4:52 Ikhlas akan menghasilkan pahala, akan membuahkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan mendatangkan keridhaan dan kecintaan Allah kepada pelakunya. Sedangkan niat yang melenceng ataupun riya’ akan diancam adzab yang pedih.

Tiga orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat itu berkaitan dengan niatnya yang riya’. Dengan merekalah neraka jahannam akan dinyalakan. Tiga orang itu adalah seorang yang berjihad, menuntut ilmu dan bersedekah. Ternyata mereka melakukan itu bukan karena Allah, tapi karena mengharapkan apresiasi/sebutan di tengah-tengah manusia. Supaya dikatakan pemberani, supaya dikatakan alim, dan supaya dikatakan dermawan. Maka Allah melemparkan mereka ke dalam neraka.

Dengan mengetahui buah keikhlasan dan bahaya dari riya’ mendorong kita untuk bersungguh-sungguh untuk memasang niat yang ikhlas dalam setiap amal yang kita lakukan.

3. Takut terhadap murka Allah

Menit ke-7:18 Al-Hasan Al-Bashri mengatakan:

ما خافه إلا مؤمن، ولا أمِنه إلا منافق

“Tidak ada yang takut kepada Allah kecuali seorang mukmin, dan tidak ada yang merasa aman dariNya (dari siksa dan makar Allah) kecuali seorang munafik.”

Maka takut terhadap Allah ini adalah sesuatu yang kita harus pelihara di dalam hati. Hendaknya kita menyadari bahwa mengejar pujian Allah itu jauh lebih utama daripada mengejar pujian manusia. Sebagaimana lari dan menghindar dari celaan Allah jauh lebih utama daripada lari dan menghindar dari celaan manusia.

Pujian dan celaan manusia hanya bersifat sementara dan belum tentu benar. Sedangkan orang yang dicela Allah pasti tercela. Sebaliknya, orang yang mendapatkan pujian dan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia pasti meraih keutamaan dan kemuliaan itu.

Maka seorang mukmin akan berusaha untuk mempersembahkan amal terbaik yang dia lakukan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara hatinya selalu dipenuhi rasa takut dan kekhawatir amalnya itu tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini harus senantiasa kita jaga di dalam beramal supaya kita tidak merasa ujub atas amal yang sudah kita kerjakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Al-Mukminun ayat 60:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan hamba-hamba yang memberikan apa yang telah mereka berikan, sedangkan hati mereka takut karena mereka tahu bahwa mereka akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Mu’minun[23]: 60)

Inilah orang-orang yang mukhlis. Mereka beramal tapi tetap merasa takut amal mereka tidak diterima.

4. Mengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala

Menit ke-11:50 Di antara hal yang membantu kita meraih keikhlasan adalah menyadari bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki kekuasaan yang mutlak dan pujian yang sempurna. Bahwa segala puji-pujian hanyalah milik Allah.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji-pujian hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Fatihah[1]: 2)

Bukan milik manusia, bukan milik kita juga. Hanya Allah yang berhak untuk dipuji dan mendapatkan pujian itu.

Hal ini akan menggugurkan kemauan ataupun hasrat/nafsu ingin dipuji. Karena salah satu perkara yang membawa kita kepada riya’ adalah nafsu ingin dipuji. Terkadang orang bisa zuhud terhadap harta, namun orang tidak bisa zuhud terhadap pujian. Ketika tidak diberi harta dia tidak keberatan, tapi untuk tidak diberi pujian bisa menjadi masalah besar baginya. Sehingga dia menjadi orang yang gila pujian.

Maka kita harus mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Dialah yang Maha Sempurna dan Dialah yang berhak untuk mendapatkan segala puji-pujian. Kita tidak layak untuk mendapatkan pujian apapun.

Mengingat sifat dunia

Menit ke-20:05 Kalaulah kita beramal untuk dunia, maka ketahuilah bahwa dunia itu fana. Dunia akan berakhir, ada ujungnya, akan selesai dan akan berubah, tidak tetap pada satu keadaan.

Apabila seseorang memahami rendah dan hinanya dunia, maka akan lebih mudah baginya untuk mengikhlaskan setiap ucapan dan perbuatannya untuk meraih akhirat. Maka bagaimana kadar dunia di dalam hati seseorang begitulah kadar keikhlasan yang ada di dalam hatinya.

Jika orientasi kita semakin dekat kepada akhirat, maka akan semakin mudah bagi kita untuk mengikhlaskan niat. Semakin lekat dunia itu di hati kita, maka semakin berat kita meraih keikhlasan. Maka tinggi rendahnya kadar keikhlasan seseorang bisa dilihat dari bagaimana besar kecilnya kecintaannya kepada dunia didalam hatinya.

Kecintaan kepada dunia akan membuat segala sesuatu yang menjadi ukurannya adalah dunia. Apa kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hadits yang sudah kita sampaikan sebelumnya? Rasalullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

“Barangsiapa menjadikan dunia sebagai orientasinya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak akan mendapatkan dunia kecuali apa yang sudah dituliskan untuknya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)

Maka ini satu hal yang tidak bisa bertemu di dalam hati manusia antara kecintaan kepada dunia yang berlebihan dengan keikhlasan di dalam beribadah.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajiannya.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51909-cara-meraih-keikhlasan/